Keberadaanmedia siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers. Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
BerandaKlinikPidanaLandasan Hukum Penan...PidanaLandasan Hukum Penan...PidanaJumat, 12 Oktober 2018Apa saja peraturan yang jadi landasan dalam penanganan kasus cyber crime di Indonesia? Secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan Sistem Elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana Sistem Elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Menjawab pertanyaan Anda di atas, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaituruang lingkup cybercrimes, danperaturan perundang-undangan yang menjadi landasan dalam penanganan cybercrimes, baik dari segi materil dan Lingkup Tindak Pidana SiberAda begitu banyak definisi cybercrimes, baik menurut para ahli maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Definisi-definisi tersebut dapat dijadikan dasar pengaturan hukum pidana siber materil. Misalnya, Sussan Brenner 2011 membagi cybercrimes menjadi tiga kategoriCrimes in which the computer is the target of the criminal activity, crimes in which the computer is a tool used to commit the crime, and crimes in which the use of the computer is an incidental aspect of the commission of the Nicholson menggunakan terminologi computer crimes dan mengkategorikan computer crimes cybercrimes menjadi objek maupun subjek tindak pidana serta instrumen tindak a computer may be the object’ of a crime the offender targets the computer itself. This encompasses theft of computer processor time and computerized services. Second, a computer may be the subject’ of a crime a computer is the physical site of the crime, or the source of, or reason for, unique forms of asset loss. This includes the use of viruses’, worms’, Trojan horses’, logic bombs’, and sniffers.’ Third, a computer may be an instrument’ used to commit traditional crimes in a more complex manner. For example, a computer might be used to collect credit card information to make fraudulent instrumen Perserikatan Bangsa Bangsa PBB dalam Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang diselenggarakan di Vienna, 10-17 April 2000, kategori cyber crime dapat dilihat secara sempit maupun secara luas, yaituCyber crime in a narrow sense “computer crime” any illegal behavior directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them;Cyber crime in a broader sense “computer-related crime” any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or on Cybercrime Budapest, tidak memberikan definisi cybercrimes, tetapi memberikan ketentuan-ketentuan yang dapat diklasifikasikan menjadiTitle 1 – Offences against the confidentiality, integrity and availability of computer data and systemsTitle 2 – Computer-related offencesTitle 3 – Content-related offencesTitle 4 – Offences related to infringements of copyright and related rightsTitle 5 – Ancillary liability and sanctions Corporate LiabilitySementara dalam Black’s Law Dictionary 9th Edition, definisi computer crime adalah sebagai berikutA crime involving the use of a computer, such as sabotaging or stealing electronically stored data. - Also termed Tindak Pidana Siber Materil di IndonesiaBerdasarkan Instrumen PBB di atas, maka pengaturan tindak pidana siber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan sistem elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana “KUHP” sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana sistem elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana “UU 3/2011” maupun tindak pidana perbankan serta tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang “UU TPPU”.Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaituDistribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dariKesusilaan Pasal 27 ayat 1 UU ITE;Perjudian Pasal 27 ayat 2 UU ITE;penghinaan dan/atau pencemaran nama baik Pasal 27 ayat 3 UU ITE;pemerasan dan/atau pengancaman Pasal 27 ayat 4 UU ITE;berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen Pasal 28 ayat 1 UU ITE;menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA Pasal 28 ayat 2 UU ITE;mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi Pasal 29 UU ITE;dengan cara apapun melakukan akses illegal Pasal 30 UU ITE;intersepsi atau penyadapan illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik Pasal 31 UU 19/2016;Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan interferensi, yaituGangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik data interference - Pasal 32 UU ITE;Gangguan terhadap Sistem Elektronik system interference –Pasal 33 UU ITE;Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang Pasal 34 UU ITE;Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik Pasal 35 UU ITE;Tindak pidana tambahan accessoir Pasal 36 UU ITE; danPerberatan-perberatan terhadap ancaman pidana Pasal 52 UU ITE.Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan interferensi, yaituGangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik data interference - Pasal 32 UU ITE;Gangguan terhadap Sistem Elektronik system interference –Pasal 33 UU ITE;Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang Pasal 34 UU ITE;Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik Pasal 35 UU ITE;Tindak pidana tambahan accessoir Pasal 36 UU ITE; danPerberatan-perberatan terhadap ancaman pidana Pasal 52 UU ITE.Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di IndonesiaSelain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana “KUHAP” dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain[1]Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil “PPNS” Kementerian Komunikasi dan Informatika;Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana;Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sistem elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan penyidikan dalam UU ITE dan perubahannya berlaku pula terhadap penyidikan tindak pidana siber dalam arti luas. Sebagai contoh, dalam tindak pidana perpajakan, sebelum dilakukan penggeledahan atau penyitaan terhadap server bank, penyidik harus memperhatikan kelancaran layanan publik, dan menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum sebagaimana diatur dalam UU ITE dan perubahannya. Apabila dengan mematikan server bank akan mengganggu pelayanan publik, tindakan tersebut tidak boleh prosedur untuk menuntut secara pidana terhadap perbuatan tindak pidana siber, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut[2]Korban yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik POLRI pada unit/bagian Cybercrime atau kepada penyidik PPNS pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan atas kasus bersangkutan Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik UU ITE, peraturan yang menjadi landasan dalam penanganan kasus cybercrime di Indonesia ialah peraturan pelaksana UU ITE dan juga peraturan teknis dalam penyidikan di masing-masing instansi jawaban dari kami, semoga Law Dictionary 9th Edition;Brenner, Susan W. 2001. Defining Cybercrime A review of State and Federal Law di dalam Cybercrime The Investigation, Prosecution and Defense of A Computer-Related Crime, edited by Ralph D. Clifford, Carolina Academic Press, Durham, North Carolina;Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa.[1] Pasal 43 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 UU 19/2016TagsKejahatanPasar Modal. Kasus – Kasus Kejahatan Pasar Modal di Indonesia. Kasus 1 : Sarijaya Permana Sekuritas (SPS) Kasus 2 : Antaboga Delta Sekuritas. Kasus 3 : Signature Capital Indonesia. Kasus 4 : AAA Sekuritas. Kasus 5 : PT Sekawan Intipratama Tbk. 2016, Kasus Reliance dan Magnus Capital Masih dalam Penyelidikan.
Setiap negara yang memfasilitasi kehidupan bernegara dengan penggunaan sistem elektronik dan internet yang maju, secara tidak langsung perkembangan cyber law di dalamnya turut law erat kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana dan penanganan tindak pidana. Cyber law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi aspek orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat memasuki dunia negara yang memfasilitasi kehidupan bernegara dengan penggunaan sistem elektronik dan internet yang maju, secara tidak langsung perkembangan cyber law di dalamnya turut lingkup cyber law meliputi hak cipta, hak merek, pencemaran nama baik, penistaan, penghinaan, hacking, transaksi elektronik, pengaturan sumber daya internet, keamanan pribadi, kehati-hatian, kejahatan IT, pembuktian, penyelidikan, pencurian lewat internet, perlindungan konsumen dan pemanfaatan internet dalam erat kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana dan penanganan tindak pidana maka cyber law menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan elektronik yang termasuk juga di dalamnya kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme. BacaInvasi dan International Humanitarian LawMengenal Suprastruktur Politik IndonesiaMengenal Kebijakan Perdagangan Internasional di Bidang ImporKehadiran cyber law di Indonesia sudah diinisiasi sebelum 1999. Di masa itu, cyber law adalah perangkat hukum yang menjadi dasar dan peraturan yang menyinggung transaksi elektronik. Pendekatan dengan perangkat hukum ini dimaksudkan agar ada pijakan yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan berbagai kejahatan dan pelanggaran hukum dalam pemanfaatan teknologi maka dibuat sebuah undang-undang sebagai dasar hukum atas segala kejahatan dan pelanggaran yang terjadi.
Vj0IT.